Hai Jessielovers seantero jagad raya :) . Balik lagi nih, kali ini saya mau mengulas tentang “Dying Television” dimana fenomena ini udah mulai kerasa di luar negeri. Tau ga maksud dari “Dying Television” itu ? Jangan-jangan belum ada yang tau lagi.. hehhe, saya juga baru-baru ini tau nya sih, jadi gini lohh, “Dying Television” itu matinya televisi, bukan mati karena listrik dimatiin PLN guys, tapi istilah mati itu, dimana orang-orang udah gak tertarik lagi loh dengan televisi, jadi ditinggalin gitu dan beralih ke sarana lain, huhuu kasian deh televisinya :’( .
Nih kucing saya lagi nonton TV, namanya Jackie |
Nih kucing saya juga, lagi nonton TV, namanya Carra |
Khususnya untuk
di Indonesia sendiri, belum terlalu nampak tanda-tanda matinya televisi.
Menurut Anastasya Putri selaku presenter berita di Liputan 6 SCTV, yang kerap
saya sapa dengan panggilan Kak Putri, ia
mengatakan “aku ga setuju disebut matinya
televisi, karena sebenernya mereka masih nonton hanya salurannya aja yang
berbeda, istilah dying kesannya adalah orang mulai tidak tertarik untuk
menonton tv dan beralih ke media informasi lain”. Nah begitu pendapat Kak
Putri guys.
Kak Putri lagi siaran Liputan 6 Pagi, bersama rekannya. |
Ia
melihat kecenderungannya di Indonesia, justru industri media televisi
sangat-sangat eksplosif. Masih banyak orang yang haus akan informasi dan
hiburan, selama itu pula industri ini akan terus hidup. Baik pelaku industri
dan mereka yang terpapar informasi melalui televisi. Buktinya jumlah stasiun
bukannya makin sedikit, sebaliknya makin banyak, faktor kebijakan pemerintah yang
mempermudah perijinan televisi membuka peluang bagi pelaku usaha untuk menjajal
peruntungannya di dunia industri. “ Di
masa depan televisi tidak akan mati, hanya cara orang menikmatinya akan semakin
dipermudah dengan teknologi” ujar Kak Putri lagi.
Saya & Kak Putri |
Narsis bareng Kak Putri di depan gedung SCTV |
Dengan peran televisi yang begitu kuat di
Indonesia, mungkin menjadikan benteng yang kuat untuk membuat si televisi ini
tetap populer, yaitu berperan untuk edukasi, memberi pengetahuan, hiburan,
mengubah perilaku masyarakat, menjadi watch dog pemerintah, menjadi saluran
mensosialisasikan kebijakan pemerintah dll.
Berseberangan
dengan pendapat kak Putri, Cornelis Yordan Josua yang bekerja di TVRI sebagai
reporter, memberi tanggapan soal “Dying
Television”. Penuturan Pak Yordan, agak panjang guys, pliss jangan bosen ya
bacanya, soalnya sengaja gak saya potong nih hahahhahahah.
Pak Yordan, saat di wawancara di sela-sela kesibukannya |
Pak Yordan mengatakan, “menurut saya, kalo dibilang mati juga tidak, tapi perkembangan televisi
sebenarnya saat ini sudah boleh dikatakan “sudah besar” di Indonesia, tapi
memang ada satu ancaman dari namanya new media, dimana new media ini digunakan
karena kecanggihan teknologi, sehingga masyarakat, khususnya kaum muda itu
menyukai hal ini. Mereka bisa melihat segala sesuatunya, informasi berita,
apapun informasinya, bukan hanya berita. Mereka bisa melihat di teknologi
tersebut, apakah iPad, ataukah iPhone, whatever itu namanya, tapi itu
kecanggihan teknologi , dan ada namanya new media yang dibuat disitu, yang
diberikan atau dimasukkan informasi-informasi yang diinginkan masyarakat, dan ini
sebenarnya menjadi ancaman serius bagi televisi, karena saat ini sebenarnya,
audiens dari televisi itu walaupun beragam, tetapi banyak juga masyarakat dari
kalangan tua. Bagaimana ancamannya itu, kalangan yang tua ini lama-lama akan
habis, dimana kaum muda ini menyenangi
teknologi tersebut, yang akhirnya akan semakin jarang dia menonton televisi,
karena ia sudah mendapat segala sesuatunya dari teknologi tersebut, itu
sebenarnya yang menjadi ancaman di masa depan untuk televisi.”
Foto bareng sama pak Yordan |
Disini juga Pak
Yordan memberikan sedikit solusi untuk menanggulangi masalah ini, “dan apa yang harus televisi lakukan ?, yaitu
televisi harus membuat segala sesuatunya menjadi sesuai apa yang diinginkan oleh public. Dan itu juga
sebenarnya dalam satu sisi ,baik, tapi ada satu sisi juga, kurang baik. Karena
ini kita harus mengerti pasar. Kita juga harus melihat dari sisi edukasi,
karena jika kita tidak melihat sisi itu, bangsa kita mau dibawa kemana ?,
karena boleh dikatakan televisi itu mempunyai pengaruh yang luar biasa, televisi
itu bisa membentuk seseorang yang tidak besar menjadi besar, seseorang yang
tidak baik bisa menjadi baik, atau sebaliknya, orang yang baik ,bisa menjadi
tidak baik , dan orang yang besar bisa menjadi sangat kecil, itulah pengaruh
televisi, dan menurut saya, kedepannya televisi, khususnya insan pertelevisian
ini harus benar-benar mempunyai ramuan, mempunyai strategi khusus, untuk
menghadapi new media ini, agar audiens dari televisi itu tidak tertarik oleh
new media.
Intinya, di
Indonesia, dunia pertelevisian saat ini memang sedang berada di puncaknya, dan
diperkirakan akan tetap eksis sampai beberapa tahun mendatang. Karena di
Indonesia saat ini, masih banyak masyarakat kecil yang mendominasi, serta
masyarakat yang kurang mendapatkan pendidikan sehingga kemungkinan untuk
menggunakan dan beralih ke new media masih sedikit sekali, ditambah masih
banyak wilayah atau daerah yang belum memiliki akses untuk menggunakan new
media tersebut. Tetapi, tidak menutup kemungkinan 10-20 tahun mendatang
pertelevisian bisa jatuh dari puncaknya, karena New media tetap menjadi
ancaman.
Nah,
itu tadi pembahasan saya soal “Dying
Television”, semoga bisa menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kalian yahh.
Simak terus postingan terbaru dari saya. Sampai jumpa, dahhh…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar